Pulau Paskah Asal usul dan Sejarahnya
Pulau Paskah atau Easter Island adalah sebuah Pulau kecil dan terpencil milik Chili yang terletak di selatan Samudera Pasifik. Dalam bahasa Polonesia Pulau Paskah disebut Rapa Nui sedangkan dalam bahasa Spayol disebut Isla de Pascua. Secara administrasif Pulau Paskah termasuk ke dalam Provinsi Valparaiso.
Bentuk Pulau Paskah sendiri seperti segitiga dimana memiliki luas wilayah seluas 163,6 km2. Daratan berpenghuni yang paling dekat dengan pulau ini yaitu Pulau Pitcairn yang jaraknya 2.075 km sebelah barat. Menurut sensus yang dilakukan pada tahun 2002, populasi yang terdapat di Pulau Paskah yaitu sebesar 3.791 jiwa yang mayoritas penduduknya menetap di ibukota Hanga Roa.
Pulau Paskah mungkin tidak asing ditelinga kita terlebih lagi pulau ini terkenal karena terdapat 887 patung-patung monumental yang disebut moai. Moai merupakan sebuah patung berusia 400 tahun yang dipahat dari batu besar yang kini terletak di sepanjang garis pantai Pulau Paskah. Moai memiliki ketinggian rata-rata 4 meter dengan berat mencapai 14 ton bahkan lebih. Moai memiliki tubuh yang lengkap mulai dari kepala hinggi kaki meskipun pada saat ini banyak moai yang tertimbun tanah sehingga yang terlihat hanya kepalanya saja. Banyak yang beranggapan bahwa moai dipahat untuk menghormati leluhur Pulau Paskah.
Ada sebuah legenda kuno yang menyebutkan demikian diceritakan ada seorang kepala suku yang sedang mencari tempat tinggal hingga akhirnya ia menempati sebuah pulau yang dinamakan Pulau Paskah pada saat ini. Ketika ia akan menghembuskan nafas terakhirnya, pulau tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh anak lelakinya. Berdasarkan kepercyaan penduduk setempat, setiap ada kepala suku meninggal, sebuah moai akan dibuat dan diletakkan di makan kepala suku tersebut. Moai terssebut berfungsi untuk menangkap kekuatan ghaib atau mana yang dimiliki oleh kepala suku semasa hidupnya agar tidak pergi meninggalkan pulau. Mereka percaya bahwa dengan menjaga mana kepala suku agar tetap berada di pulau tersebut, keberuntungan akan terjadi, hujan akan turun dan tanaman akan tumbuh.
Namun, ada juga cerita yang menyebutkan bahwa moai dibangun oleh masyarakat kelas bawah untuk menghormati masyarakat kelas atas. Orang kelas bawah ini tidak melakukannya dengansukarela namun mereka dipaksa untuk membangun moai selama bertahun-tahun hingga akhirnya mereka memberontak. Pemberontakan yang mereka lakukan menyebabkan banyak moai hancur, jumlah penduduk berkurang dengan pesat agar sejarah Pulau Paskah tertimbun selamanya.
Terlepas dari berbagai cerita yang beredar, pada tahun 1995 UNESCO menetapkan Pulau Paskah sebagai daftar situs warisan dunia. Namun sangat disayangkan Pulau Paskah telah banyak mengalami keruntuhan baik dari segi kerusakan ekosistem ataupun kepunahan spesies yang dikarenakan over-eksploitasi sumber daya pulau.
Sejarah Pulau Paskah
Menurut sumber yang beredar, orang yang pertama kali menempati Pulau Paskah adalah imigran yang berasal dari Polinesia yang kemungkinan besar berasal dari Pulau Mangareva atau Pitcairn di sebelah barat Pulau Paskah. Pulau ini dinamakan Paasch-Eyland atau Pulau Paskah karena ditemukan pada tahun 1722 pada saat hari Paskah oleh seorang ahli navigasi asal Belanda Jakob Roggeveen. Pada saat ditemukan Roggeveen memperkirakan jumlah penduduk di pulau ini hanya sekitar 2.000-3.000 jiwa yang dikarenakan pulau ini letaknya terpencil dan terisolasi dari dunia luar. Namun ternyata jumlah populasinya mencapai 10.000-15.000 jiwa pada abad ke 16 dan 17.
Pada masa kejayaannya, Pulau Paskah menjadi sebuah pulau yang menopang peradaban manusia yang relatif maju dan kompleks. Namun, peradaban Pulau Paskah mulai merosot secara drastis semenjak 100 tahun sebelum kedatangan Belanda yang disebabkan oleh padatnya jumlah penduduk, penebangan hutan dan eksploitasi sumber daya alam. Namun hingga pertengahan abad ke 19, populasi penduduk di pulau ini mulai bertambah hingga mencapai 4.000 jiwa.
20 tahun kemudian sekitar tahun 1877, populasi penduduk di pulau ini kembali merosot secara drastis bahkan hanya tersisa 111 jiwa yang dikarenakan banyak penduduk dideportasi ke Peru dan Chili serta berbagai penyakit yang dibawa oleh orang Barat yang telah memusnahkan hampir sebagian penduduk di Pulau Paskah. Pada tahun 1888, pulau ini kemudian dianeksasi oleh Chili. Secara perlahan jumlah penduduk pun telah bertambah dari rekor terendah berjumlah 111 jiwa.
Penduduk asli yang berasal dari pulau ini dinamakan suku Rapanui. Nama Rapanui sendiri diciptakan oleh para imigran pekerja yang berasal dari suku asli Rapa di Kepulauan Bass karena menyamakan Pulau Paskah seperti kampung halamannya.
Pada saat ini, terjadi peningkatan wisatawan yang datang ke Pulau Paskah dikarenakan sektor wisata yang disuguhkan oleh Pulau ini berbeda dengan tempat yang lain. Meskipun menambah devisa negara, hal ini justru menyebabkan keidentikan Polinesia di Pulau Paskah terancam hilang. Selain itu, terjadi masalah kepemilikan tanah antara pemerintah Chili dengan beberapa suku asli Rapanui yang menyebabkan ketegangan politik selama 20 tahun terakhir.
Demografi Pulau Paskah
Pada saat ini, kepadatan penduduk Pulau Paskah hanya berkisar 23 penduduk per km². Tentu saja jumlah tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan masa keemasan Pulau Paskah yang populasi penduduknya mencapai 10.000-15.000 jiwa. Penduduk asli yang mendiami Pulau Paskah yaitu Rapanui. Dari jumlah populasi pada masa keemasan, populasi penduduk menurun hingga 2.000-3.000 jiwa sebelum kedatangan bangsa Eropa ke pulau ini.
Pada abad ke-19 atau sekitar tahun 1877, populasi penduduk di pulau ini menurun secara drastis dikarenakan adanya wabah penyakit, deportasi 2.000 Rapanui ke Peru sebagai budak serta keberangkatan paksa sisa suku Rapanui ke Chili yang menyebabkan populasi di pulau ini hanya mencapai 111 Rapanui saja. Dari 111 Rapanui yang tersisa, hanya 36 orang yang mempunyai keturunan.
Berdasarkan sensus yang dilakukan pada tahun 2002, populasi penduduk yang ada di Pulau Paskah berjumlah 3.791 jiwa. Jumlah ini mencakup Rapanui 60% populasi, bangsa Chili keturunan Eropa mencakup 39% populasi dan sisanya 1% adalah etnis Amerika Asli dari daratan Chili. Hampir seluruh penduduk yang ada di Pulau Paskah tinggal di kota Hanga Roa.
Baca juga : Sejarah adanya Pulau Natal
Peninggalan Kuno Pulau Paskah
Selain Moai, masih banyak peninggalan kuno yang terdapat di pulau ini. Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain:
Petroglyph
Petroglyph merupakan gambar yang dipahat di atas sebuah batu. Gambar yang terbentuk terdiri dari berbagai kumpulan garis yang timbul. Ada sekitar 1.00 situs dengan lebih dari 4.000 petroglyphs yang terdapat di Pulau Paskah. Desain ataupun gambar yang dipahat di atas batu tersebut berbeda tergantung untuk tujuan apa petroglyph tersebut dibuat. Ada yang membuat petroglyph untuk menciptakan totem, untuk menandai wilayah atau untuk mengabadikan peringatan seseorang atau peristiwa bersejarah.
Rongorongo
Rongorongo merupakan tulisan misterius dalam berbagai lembaran atau tablet yang ditemukan di Pulau Paskah. Tulisan ini belum dapat diuraikan oleh ahli bahasa sekalipun hingga saat ini. Ada yang menyimpulkan bahwa arti dari rongorongo sendiri yaitu damai-damai yang mungkin mencatat dokumen perjanjian damai seperti penguasa bertelinga panjang dengan penguasa bertelinga pendek. Namun semua itu masih diperdebatkan hingga saat ini.
Glyphs
Glyphs merupakan gambar ikon kecil dalam bahasa rongorongo yang memiliki bentuk manusia, hewan, bentuk geometris dan sering membentuk senyawa tak beraturan dimana setiap gambar memiliki makna yang berbeda. Glyphs bisa diibaratkan sebagai tulisan yang digunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain.
Demikianlah informasi terkait Pulau Paskah. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Bentuk Pulau Paskah sendiri seperti segitiga dimana memiliki luas wilayah seluas 163,6 km2. Daratan berpenghuni yang paling dekat dengan pulau ini yaitu Pulau Pitcairn yang jaraknya 2.075 km sebelah barat. Menurut sensus yang dilakukan pada tahun 2002, populasi yang terdapat di Pulau Paskah yaitu sebesar 3.791 jiwa yang mayoritas penduduknya menetap di ibukota Hanga Roa.
![]() |
https:// pulau-easter-knightman.jpg |
Ada sebuah legenda kuno yang menyebutkan demikian diceritakan ada seorang kepala suku yang sedang mencari tempat tinggal hingga akhirnya ia menempati sebuah pulau yang dinamakan Pulau Paskah pada saat ini. Ketika ia akan menghembuskan nafas terakhirnya, pulau tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh anak lelakinya. Berdasarkan kepercyaan penduduk setempat, setiap ada kepala suku meninggal, sebuah moai akan dibuat dan diletakkan di makan kepala suku tersebut. Moai terssebut berfungsi untuk menangkap kekuatan ghaib atau mana yang dimiliki oleh kepala suku semasa hidupnya agar tidak pergi meninggalkan pulau. Mereka percaya bahwa dengan menjaga mana kepala suku agar tetap berada di pulau tersebut, keberuntungan akan terjadi, hujan akan turun dan tanaman akan tumbuh.
Namun, ada juga cerita yang menyebutkan bahwa moai dibangun oleh masyarakat kelas bawah untuk menghormati masyarakat kelas atas. Orang kelas bawah ini tidak melakukannya dengansukarela namun mereka dipaksa untuk membangun moai selama bertahun-tahun hingga akhirnya mereka memberontak. Pemberontakan yang mereka lakukan menyebabkan banyak moai hancur, jumlah penduduk berkurang dengan pesat agar sejarah Pulau Paskah tertimbun selamanya.
Terlepas dari berbagai cerita yang beredar, pada tahun 1995 UNESCO menetapkan Pulau Paskah sebagai daftar situs warisan dunia. Namun sangat disayangkan Pulau Paskah telah banyak mengalami keruntuhan baik dari segi kerusakan ekosistem ataupun kepunahan spesies yang dikarenakan over-eksploitasi sumber daya pulau.
Sejarah Pulau Paskah
Menurut sumber yang beredar, orang yang pertama kali menempati Pulau Paskah adalah imigran yang berasal dari Polinesia yang kemungkinan besar berasal dari Pulau Mangareva atau Pitcairn di sebelah barat Pulau Paskah. Pulau ini dinamakan Paasch-Eyland atau Pulau Paskah karena ditemukan pada tahun 1722 pada saat hari Paskah oleh seorang ahli navigasi asal Belanda Jakob Roggeveen. Pada saat ditemukan Roggeveen memperkirakan jumlah penduduk di pulau ini hanya sekitar 2.000-3.000 jiwa yang dikarenakan pulau ini letaknya terpencil dan terisolasi dari dunia luar. Namun ternyata jumlah populasinya mencapai 10.000-15.000 jiwa pada abad ke 16 dan 17.
Pada masa kejayaannya, Pulau Paskah menjadi sebuah pulau yang menopang peradaban manusia yang relatif maju dan kompleks. Namun, peradaban Pulau Paskah mulai merosot secara drastis semenjak 100 tahun sebelum kedatangan Belanda yang disebabkan oleh padatnya jumlah penduduk, penebangan hutan dan eksploitasi sumber daya alam. Namun hingga pertengahan abad ke 19, populasi penduduk di pulau ini mulai bertambah hingga mencapai 4.000 jiwa.
20 tahun kemudian sekitar tahun 1877, populasi penduduk di pulau ini kembali merosot secara drastis bahkan hanya tersisa 111 jiwa yang dikarenakan banyak penduduk dideportasi ke Peru dan Chili serta berbagai penyakit yang dibawa oleh orang Barat yang telah memusnahkan hampir sebagian penduduk di Pulau Paskah. Pada tahun 1888, pulau ini kemudian dianeksasi oleh Chili. Secara perlahan jumlah penduduk pun telah bertambah dari rekor terendah berjumlah 111 jiwa.
Penduduk asli yang berasal dari pulau ini dinamakan suku Rapanui. Nama Rapanui sendiri diciptakan oleh para imigran pekerja yang berasal dari suku asli Rapa di Kepulauan Bass karena menyamakan Pulau Paskah seperti kampung halamannya.
Pada saat ini, terjadi peningkatan wisatawan yang datang ke Pulau Paskah dikarenakan sektor wisata yang disuguhkan oleh Pulau ini berbeda dengan tempat yang lain. Meskipun menambah devisa negara, hal ini justru menyebabkan keidentikan Polinesia di Pulau Paskah terancam hilang. Selain itu, terjadi masalah kepemilikan tanah antara pemerintah Chili dengan beberapa suku asli Rapanui yang menyebabkan ketegangan politik selama 20 tahun terakhir.
Demografi Pulau Paskah
Pada saat ini, kepadatan penduduk Pulau Paskah hanya berkisar 23 penduduk per km². Tentu saja jumlah tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan masa keemasan Pulau Paskah yang populasi penduduknya mencapai 10.000-15.000 jiwa. Penduduk asli yang mendiami Pulau Paskah yaitu Rapanui. Dari jumlah populasi pada masa keemasan, populasi penduduk menurun hingga 2.000-3.000 jiwa sebelum kedatangan bangsa Eropa ke pulau ini.
Pada abad ke-19 atau sekitar tahun 1877, populasi penduduk di pulau ini menurun secara drastis dikarenakan adanya wabah penyakit, deportasi 2.000 Rapanui ke Peru sebagai budak serta keberangkatan paksa sisa suku Rapanui ke Chili yang menyebabkan populasi di pulau ini hanya mencapai 111 Rapanui saja. Dari 111 Rapanui yang tersisa, hanya 36 orang yang mempunyai keturunan.
Berdasarkan sensus yang dilakukan pada tahun 2002, populasi penduduk yang ada di Pulau Paskah berjumlah 3.791 jiwa. Jumlah ini mencakup Rapanui 60% populasi, bangsa Chili keturunan Eropa mencakup 39% populasi dan sisanya 1% adalah etnis Amerika Asli dari daratan Chili. Hampir seluruh penduduk yang ada di Pulau Paskah tinggal di kota Hanga Roa.
Baca juga : Sejarah adanya Pulau Natal
Peninggalan Kuno Pulau Paskah
Selain Moai, masih banyak peninggalan kuno yang terdapat di pulau ini. Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain:
Petroglyph
Petroglyph merupakan gambar yang dipahat di atas sebuah batu. Gambar yang terbentuk terdiri dari berbagai kumpulan garis yang timbul. Ada sekitar 1.00 situs dengan lebih dari 4.000 petroglyphs yang terdapat di Pulau Paskah. Desain ataupun gambar yang dipahat di atas batu tersebut berbeda tergantung untuk tujuan apa petroglyph tersebut dibuat. Ada yang membuat petroglyph untuk menciptakan totem, untuk menandai wilayah atau untuk mengabadikan peringatan seseorang atau peristiwa bersejarah.
Rongorongo
Rongorongo merupakan tulisan misterius dalam berbagai lembaran atau tablet yang ditemukan di Pulau Paskah. Tulisan ini belum dapat diuraikan oleh ahli bahasa sekalipun hingga saat ini. Ada yang menyimpulkan bahwa arti dari rongorongo sendiri yaitu damai-damai yang mungkin mencatat dokumen perjanjian damai seperti penguasa bertelinga panjang dengan penguasa bertelinga pendek. Namun semua itu masih diperdebatkan hingga saat ini.
Glyphs
Glyphs merupakan gambar ikon kecil dalam bahasa rongorongo yang memiliki bentuk manusia, hewan, bentuk geometris dan sering membentuk senyawa tak beraturan dimana setiap gambar memiliki makna yang berbeda. Glyphs bisa diibaratkan sebagai tulisan yang digunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain.
Demikianlah informasi terkait Pulau Paskah. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Elia A
Belum ada Komentar untuk "Pulau Paskah Asal usul dan Sejarahnya"
Posting Komentar